14 Nov 2013

THE FLU (2013)



Flu adalah virus yang tergolong cepat dalam penularannya. Dalam keseharian saja kita bisa dengan cepatnya terserang flu hanya karena berinteraksi dengan orang yang sedang mengidapnya. Namun ternyata virus flu bisa juga berdampak besar hingga membuat kekacauan disebuah negara. Berawal dari sebuah box container berisi sekelompok mayat imigran yang diselundupkan dari Filipina, Bundang salah satu kota di Seoul tiba-tiba saja terserang wabah H5N1 atau flu burung. Virus ini bermutasi menjadi virus yang sangat mematikan dan dengan cepat menularkan virus ke seisi kota Bundang melalui udara setelah satu-satunya imigran yang masih hidup berhasil lolos dari container

Bisa ditebak kelolosan dari sang survivor mengakibatkan efek besar bagi kota Bundang. Hanya dari satu orang yang melakukan interaksi, kemudian virus itu  merembet ke orang lainnya. Kurang dari 24 jam virus itupun menyebar dengan cepatnya, bahkan bisa menewaskan 1000 orang dalam kurun waktu satu jam. Orang yang tertular kondisi tubuhnya langsung melemah, kemudian batuk berdarah, lalu tiba-tiba saja roboh saat melakukan aktivitasnya. Mengerikan apa yang disuguhkan oleh  Kim Sung-Su, sebuah disaster movie tentang virus mematikan tapi benar-benar di buat dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi dikehidupan nyata

Dibuka dengan sentuhan komedi khas korea, cerita terus digeber sampai pertengahan film. Cerita kemudian berfokus pada wabah yang menimbulkan kekacauan tersebut. Yang paling menyenangkan Kim memompa ketegangan dengan sangat intens. Kebanyakan film korea terlalu berbelit-belit dan lambat dalam eksekusinya, tapi beda ketika menonton The Flu ini. Perlahan Kim mulai mengaduk emosi kita dari awal film ketika si tokoh utama mengalami kecelakaan. Ia seolah ingin mengajak kita pemanasan sejenak sebelum pada akhirnya ia membawa kita pada ketegangan yang sebenarnya. Dan setelah permasalahan utama dipaparkan kitapun telah siap untuk ikut merasakan kegentingan yang terjadi, ikut merasakan dampak dari wabah flu yang menyebar dengan cepat secepat tempo film ini dalam menggambarkan kekacauannya

The Flu tentu saja tidak hanya berfokus pada disaster movie, bukan film korea namanya kalau tidak mengusung unsur drama. Sorotan utama film ini adalah si petugas pemadam kebakaran Ji goo (Jang Hyuk) dan si dokter muda nan cantik In-Hae (Soo-Ae). Keduanya pernah bertemu di awal film ini saat Ji Goo menyelamatkan In-Hae ketika ia mengalami kecelakaan mobil,  In-Hae  mempunyai seorang putri yang lucu dan sangat menggemaskan yaitu Kim Mi Reu (Park Min Ha) yang karena suatu hal menjadi dekat juga dengan Ji Goo. 


Bicara masalah akting, chemistry mereka bertiga sangat-sangat klik. Keterikatan emosi diantara mereka juga sangat terlihat terutama antara In-Hae dan Mi-Reu. Akting luar biasa juga diperlihatkan Park Min Ha (Mi-Reu) yang tanpa disangka bisa sebegitu pintarnya memerankan seorang anak kecil yang mampu menggambarkan ketakutan-ketakutannya. Ia mampu mengekspresikan seorang anak yang selalu ingin dekat dengan sang ibu ketika terpisah. Segala ekspresi, terutama tangisan Mi Reu juga pastinya membuat kita iba dan juga kagum, karena anak sekecil itu bisa sangat pandai mengolah mimiknya. Juga kepolosan, celetukan dan keimutannya juga bikin gemes banget :3

Film ini tidak hanya membuat kita tegang dan ikut merasakan kehebohan yang terjadi di kota Bundang, tidak hanya menggambarkan betapa ricuhnya situasi korea dengan segala keputusan pemerintah yang harus diambil, berikut tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan untuk menekan angka kematian yang semakin bertambah. Ditengah segala kekacauannya diselipkan juga keharuan khas film korea dengan segala adegan yang berpotensi membuat kita mewek, minimal berkaca-kaca.


Mungkin bagi sebagian orang yang tidak terlalu suka dengan sentuhan melodrama akan merasa film ini terlalu mendramatisir suasana dibeberapa bagiannya. Tapi buatku tidak terlalu mengganggu sih sentuhan-sentuhan melow yang dihadirkan. Malah menjadikan film ini terasa lebih komplit karena tidak melulu mengusung tema bencana tapi juga diselipkan perihal hubungan ibu dan anak . Adanya romansa cinta antara Ji Goo dan In Hae sedikit banyak juga melengkapi cerita melodrama yang sudah dipaparkan sejak awal, memberi sedikit penyegaran untuk penonton yang dari tadi dibuat stres sepanjang film. Kalaupun ada sedikit kekurangan, mungkin hanya dibagian akhir saja. Agak terlalu lama waktu yang dibutuhkan sampai akhirnya dibawa menuju klimaks. 

The Flu overall sangat memuaskan. Film yang mungkin dengan cepat juga akan berpotensi meninggalkan sebuah trauma kecil saat mendengar orang batuk-batuk, yang jika itu terjadi berarti film ini telah berhasil membawa penonton masuk dalam ceritanya. Sebuah disaster movie berbalut drama dengan segala kegentingannya yang maksimal, dengan segala melodramanya juga yang mengharu biru tapi gak lebay, semuanya digarap dengan meyakinkan sehingga The Flu pada ahirnya tetap terlihat manusiawi dan real. 



12 Nov 2013

ADORE / TWO MOTHERS (2013)


 

Lil (Naomi Watts) dan Roz (Robin Wright) adalah dua orang yang bersahabat karib sejak kecil. Setelah masing-masing dewasa kini mereka hidup bertetangga disebuah pinggiran pantai didaerah New South Wales. Lil adalah seorang janda, kini ia tinggal bersama sang putra Ian (Xavier Samuel)  begitu juga Roz, ia adalah istri sekaligus ibu dari seorang anak laki-laki remaja bernama Tom (James Frecheville). Seperti Lil dan Roz, kedua anak lelaki mereka juga bersahabat dekat. 

Plot yang terlihat normal, sederhana dan bahkan klise sampai disini. Tapi tahukah bahwa sebenarnya film ini menyimpan ketidakwajaran. Debut bahasa inggris pertama dari Anne Fontaine ini merupakan film yang mempunyai tema aneh dan gak wajar. Film yang mengangkat tema persahabatan pastilah sudah sangat banyak diluar sana dengan segala konfliknya yang beraneka ragam. Adore bisa dibilang cukup berani mengusung tema yang gak biasa. Percintaan antara remaja dengan wanita yang lebih matang, yang gilanya adalah sahabat dari ibu mereka sendiri


Sangat kontroversial apa yang diusung film yang diadaptasi dari cerita pendek The Grandmothers  karagan Doris Lessing ini. Apapun alasannya percintaan di film ini menurutku tetaplah tidak wajar dan aneh. Menjadi aneh karena yang dicintai adalah ibu dari sahabat dekat sekaligus merupakan sahabat dari ibu mereka sejak kecil, Tapi cukup fresh sih tema yang coba dihadirkan Anne, menyoroti cinta terlarang, sebuah skandal yang melibatkan orang-orang yang tidak seharusnya menjalin hubungan lebih.

Satu yang menjadi alasan tetap betah menonton film ini, setting film ini benar-benar indah dan eksotik. Sepanjang film di dominasi suasana pinggiran pantai nan sejuk berhiaskan gulungan ombak. Latarnya memang indah dan sedap dipandang mata namun tidak dengan alur film ini. Adore berjalan sangat lambat dan membosankan, hampir saja dibuat ketiduran karena alurnya yang terkesan bertele-tele. 

Intinya Adore hanyalah sebuah drama tentang persahabatan, mengusung tema cinta yang tak lazim, dibingkai dengan keindahan suasana pantai yang 'untungnya' lebih terasa membius daripada sekedar tema yang dihadirkan. Dengan menggandeng para cast yang semuanya menampilkan performa standar. Pada akhirnya ya tergantung pendapat tiap orang, mau menilai film ini seperti apa. Toh film ini hanya memberi gambaran tentang cinta terlarang dengan segala masalahnya yang kompleks. Yaah..cinta memang gak pernah salah. Ia gak pernah tau dan ga bisa memilih dimana akan melabuhkan asmaranya, tapi alangkah bijaknya jika manusia tetap menggunakan logika dalam bercinta :)


8 Nov 2013

GRAVITY (2013)



Perjuangan Tom Hanks yang terdampar di sebuah pulau terpencil pernah kita saksikan di film Cast Away, cerita sekelompok orang yang terjebak dalam lift juga pernah kita saksikan dalam sebuah thriller supranatural bertajuk Devil di tahun 2010 lalu. Ditahun yang sama muncul juga Buried, mengajak kita mencicipi sensasi claustrophobia dalam sebuah peti mati. Menyusul kemudian film-film 'terjebak' lain yang makin menjamur mengikuti trend film ruang sempit. Tapi sepertinya belum ada film survival yang menceritakan tentang seorang yang terjebak di ruang angkasa dan melayang-layang dititik nol gravitasi

Sangat menarik apa yang disuguhkan Alfonso CuarĂ³n kali ini. Sutradara dan juga penulis asal meksiko yang juga pernah menggarap Children of Men itu memunculkan film sci-fi berbalut survival berjudul Gravity. Bercerita tentang seorang teknisi biomedis bernama Dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) yang sedang menjalani misi luar angkasa pertamanya ditemani astronot veteran bernama Matt Kowalski (George Clooney). Namun naas ketika sebuah satelit rusia mengalami kegagalan dan serpihannya menyebar hingga merusak pesawat ulang alik yang ditumpangi tim Stone. Sayangnya peringatan yang disampaikan pusat pengendali terlambat datangnya dan Stone sudah terlanjur terhempas dan terkatung-katung diangkasa luar dengan persediaan oksigen yang menipis. Pada akhirnya ia harus terpisah dari Kowalski dan harus berjuang sendirian di luar angkasa untuk bisa kembali ke bumi.

Walaupun mempunyai plot yang simpel namun Gravity dibalut dengan sinematografi yang sangat megah. Pengambilan gambarnya benar-benar detail dan sangat memanjakan mata. Pemandangan luar angkasa yang gelap dipadu dengan scoring arahan Steven Rice makin menambah kesan dramatis diruang hampa udara. Yang membuatku kagum adalah visual efeknya terutama penggambaran bumi yang diperlihatkan dari luar angkasa, benar-benar indah dan terlihat nyata. Pengambilan gambar long shot dibeberapa adegan sebenarnya sedikit memancing kebosanan namun justru efektif dalam memberikan efek real dan membuat penonton lebih merasakan apa yang dialami oleh Stone

Tidak hanya visual efek dan sinematografi yang mengagumkan, Gravity juga mempunyai pesan moral yang cukup dalam. Bagaimana semangat Stone untuk tetap bertahan hidup dalam keadaan terdampar jauh diluar angkasa, melawan semua ketakutan dan terus mencoba optimis. Dan ternyata semangat hidup itu justru didapatkan saat ia berada dalam keadaan terdesak dan saat berada diambang kematian. Ya, film ini seolah  mengingatkan bahwa terkadang manusia lupa jika hidup itu sangatlah berharga, sampai saat berada dalam situasi sulit, maka manusia baru merasa betapa berartinya sejengkal udara, betapa bermaknanya sebuah nafas kehidupan. Betapa bumi adalah tempat paling nyaman sesulit apapun, sejenuh apapun yang dijalani

Film ini memberikan suntikan semangat juga untuk penonton. Setelah diajak melayang-layang diluar angkasa selama hampir 2 jam, ikut merasaan sesak napas dan kekurangan oksigen, pada akhirnya kita kembali diijinkan menghirup limpahan udara dengan rasa syukur yang lebih, merasa terlahir kembali dengan semangat yang baru. Itulah Gravity, sebuah tontonan yang tak hanya membuat kita berdecak kagum akan keindahan efek-efeknya, namun juga ada sisi lain yang lebih dalam lagi, seperti halnya Life of Pi yang bukan hanya sekedar film survival semata, namun juga mengandung nilai-nilai kehidupan.

Bicara akting, Sandra Bullock menampilkan performa terbaiknya difilm ini. Ia mampu memerankan seorang yang masih sangat awam dengan luar angkasa, segala kepanikan dan keasingan mampu tergambar jelas dari tiap mimik, suara, dan bahasa tubuhnya. Jarang sekali menyaksikan film sci-fi dengan cerita yang begitu dalam, penuh filosofi, menegangkan sekaligus mengagumkan secara visual, tapi Gravity mempunyai itu semua. Salut :)


4 Nov 2013

OBLIVION (2013)


 

Sejujurnya agak bosan menonton film-film bergenre fiksi ilmiah yang ceritanya ga jauh-jauh dari invasi alien, kehancuran bumi dan kehidupan manusia yang bersetting dimasa depan. Apalagi setelah kemarin sempet menonton After Earth yang bisa dibilang mengecewakan itu. Tapi entah kenapa tetap terdorong pengen melihat film sci-fi 1 ini. Mungkin karena dibintangi Tom Cruise yang secara gak langsung juga menjadi magnet tersendiri. Apalagi melihat ratingnya di imdb yang bisa dibilang lumayan bagus. Film ini disutradarai oleh Joseph Kosinski, yang sebelumnya pernah membuat kita kagum dengan kecanggihan-kecanggihan yang ditawarkan dalam Tron Legacy.

Oblivion bersetting di bumi pada tahun 2077 ketika semua manusia telah dievakuasi ke Titan, salah satu bulan di Saturnus. Bumi diceritakan telah mengalami kehancuran dan kepunahan pasca perang nuklir antara manusia dan 'alien' yang disebut scavanger. Perang tersebut memang dimenangkan oleh manusia, tapi efek dari perang nuklir tersebut planet bumi kini menjadi rusak dan tak bisa ditinggali lagi. Kini bumi hanya menyisakan Jack Harper (Tom Cruise) dan rekannya, Victoria (Andrea Riseborough) yang bertugas untuk mengambil sumber daya yang tersisa  termasuk memperbaiki dan merawat drone, sebuah mesin pelindung Righ Hydro (mesin penyedot air laut untuk diubah menjadi fusi/tenaga baru).

Di awal film, Oblivion sedikit lambat berjalan, hingga membuatku sedikit mengantuk apalagi menonton film ini ditengah malam. Banyak scene-scene yang sebenernya bisa aja di skip karena ga terlalu penting dan terkesan dilama-lamain. Sampai tiba dipertengahan untungnya cerita lebih dipaparkan dengan menegangkan dan penuh misteri. Joseph Kosinski kali ini mempunyai naskah yang jauh lebih kompleks walaupun tidak fresh. Memang ide dan naskahnya tidak original, banyak aroma film fiksi ilmiah lain yang masih bisa kita rasakan di film ini, tapi Oblivion mampu mengolah hal-hal klise tersebut menjadi sebuah tontonan yang lebih berbobot. Kosinski untungnya tahu apa yang harus ditambahkan agar film ini tidak terlalu membosankan dengan segala ke-kliseannya.

Kosinski seakan juga tahu bagaimana menutupi kekurangan film ini dan dengan lihai mengikat penonton untuk tetap duduk manis dengan menggandeng sinematografer Claudio Miranda (Life of Pi) .Tak diragukan lagi Claudio Miranda tentunya mampu memoles Oblivion sehingga setiap gambar yang ditampilkan terlihat begitu cantiknya dan sangat memanjakan mata. Scoring di film ini juga sangat sangat mengagumkan dan cocok sekali mengiringi berbagai adegan, membuat nuansa sci-fi makin kental saja. Film ini juga berbalut keromantisan dibeberapa bagian. Dan menurutku cukup efektif untuk memberi pemanis dalam sebuah fiksi ilmiah . Gak hanya keromantisan, Kosinski juga memunculkan beberapa twist yang cukup mengejutkan

Akting Tom Cruise tidak begitu istimewa, tapi masih saja memancarkan kharismanya yang begitu kuat dan seakan menjadi magnet sepanjang film. Akting Olga Kurylenko pun juga tidak begitu istimewa. Chemistry Cruise dan Kurylenko juga sebenarnya tidak begitu menyatu, tapi apalah arti sebuah chemistry yang kurang jika semuanya seakan tertutupi dengan sajian sinematografi yang memukau. Penonton juga mungkin akan mengabaikan keterikatan batin antar pemainnya, toh ini adalah memang sebuah sajian yang lebih menonjolkan visualisasi dan kecanggihan, bukan sebuah drama romantis yang butuh kedalaman emosi. Overall Oblivion memang tidak mengusung cerita yang original tapi diluar ekspektasi-ku ternyata film ini tidak begitu mengecewakan. Memang tidak terlalu istimewa, masih banyak kekurangan disana-sini, tapi setidaknya kali ini Kosinski mampu membuat sebuah karya yang gak hanya memukau dari segi visual tapi secara cerita juga mempunyai kekuatan dan kedalaman tersendiri. Happy watching ^^