28 Sep 2013

STOKER (2013)


 

Stoker bercerita tentang seorang gadis introvert bernama India (Mia Wasikowska) yang baru saja kehilangan Richard Stoker (Dermot Mulroney), sang ayah yang meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. India jelas sangat terpukul dengan kematian sang ayah, apalagi ia sangat dekat dengan ayahnya. Kini India hanya tinggal berdua dengan sang ibu yang memiliki kondisi emosi tak stabil, yaitu Evelyn (Nicole Kidman), setelah kemudian kedatangan sosok paman yang tak pernah dikenalnya, Charlie (Matthew Goode). Meski curiga dengan gerak-gerik Charlie dan percaya bahwa sang paman memiliki niat tersembunyi, India justru mendapati dirinya semakin dekat dengan sosok misterius ini. 

Stoker adalah debut bahasa inggris pertama bagi Park Chan Wook, sutradara yang terkenal lewat trilogi Vengeance-nya, yang juga pernah mendebut Oldboy, salah satu film korea dengan twist ending brilian. Kini Park Chan Wook kembali membuat sebuah psychological thriller bertajuk Stoker. Mungkin banyak yang berharap Stoker akan mempunyai alur dan jalan cerita yang memukau seperti Oldboy, yang mempunyai twist brilian, alur rumit yang cerdas. Tapi film ini sejujurnya menawarkan keindahan  lain  dari sebuah film. Keindahan dari sisi yang berbeda jika kita bisa menggalinya lebih dalam

Stoker memang terasa kurang kuat dalam naskahnya. Sejak awal  terasa sangat lambat dalam memaparkan setiap jengkal ceritanya. Jujur malah terasa agak membosankan. Dari segi naskah Stoker sepertinya tak cukup punya magnet untuk mengikat penonton agar tetap duduk manis hingga film berakhir. Tapi untungnya Chan Wook mampu memoles Stoker dengan sentuhan-sentuhan nya yang terasa artistik dan berkelas, berikut pernak-perniknya yang selalu diselipkan dengan cantik di tiap scene-nya. Visualisasi di film ini terasa sangat memikat dan memanjakan mata. Apalagi dengan sinematografi Chung Hoon Chung yang memberikan nuansa kelam dan misterius namun juga meninggalkan kesan indah. Mungkin itulah kelebihan Chan Wook, ia mampu membungkus sebuah cerita yang sebenarnya sangat biasa menjadi sesuatu yang menarik,dengan kemasan yang cantik nan menggoda.
 

Chan-wook dengan ketelatenannya menggiring kita yang makin tak sabar untuk berkenalan dengan masing-masing karakter. Ia memperkenalkan kita dengan setiap karakter sekaligus mulai mengajak kita bermain teka-teki. Dan mulailah pertanyaan-pertanyaan itu menggelayuti otak penonton. Secara perlahan kita di giring untuk mengikuti langkah India yang seolah berperan menjadi seorang detektif yang menyelidiki siapa Charlie sebenernya. Chan Wook sepertinya lebih suka bermain dengan pelan, tidak terburu-buru, Ia secara perlahan menuntun kita memahami setiap misteri sampai pada klimaksnya. Ia seakan tak peduli penonton akan benar-benar terlena atau malah terjebak dalam kebosanan. 

Tapi ia diam-diam  peduli dan tahu cara menjerat penontonnya. Ia bermain dengan detil-detil dan simbol-simbol psikologis yang unik. Menjadikan thriller-nya ini menjadi sebuah santapan yang tetap lezat. walaupun bahan dasarnya biasa, tapi ia banyak menambahkan berbagai varian baru disana-sini sehingga sebuah santapan itu tetaplah menggiurkan. Untungnya lagi scoring di film ini juga tak kalah diperhatikan sehingga tetap menambah kesan misterius dan gelap semakin terasa. 

Dari segi akting cukup bagus karena jajaran cast di film ini bermain menjiwai, sesuai porsi karakter masing-masing. Sebut saja akting Mia Wasikowska. Ia sangat cocok sekali dan sangat menjiwai memerankan seorang introvert dengan segala tatapan dingin dan innocentnya-nya walaupun kadang terasa membosankan karena terasa kurang ekspresi (ya mungkin itu tanda-tanda keberhasilan aktingnya). Juga akting Matthew Goode yang dapat membawakan karakter Charlie Stoker secara misterius. Begitu juga Nicole Kidman walaupun kurang gemilang aktingnya tapi tetap mampu memerankan seorang ibu yang ber-emosi labil. Di film ini juga sedikit diselipkan unsur-unsur sekualitas tapi mampu dikemas dalam adegan yang tetap berkelas dan gak murahan

Untuk kesadisan sendiri tak banyak adegan-adegan gore yang diumbar sepanjang film. Hanya sedikit cipratan darah yang ditampilkan tapi juga tak kalah artistiknya. Chan Wook sepertinya memang memfokuskan mistery dan aura kegelapan dalam film ini. Terlepas dari alurnya yang lambat, sinematografi di film ini emang sangat keren dan memanjakan mata. Apalagi di scene-scene terakhir, sangat indah sekali cara Chan Wook mengakhiri film ini. Sebuah  psychological thriller yang eksotik menurutku, walaupun secara naskah agak kurang special dan alurnya juga lambat tapi Stoker benar-benar memuaskan secara visual.


AFTER EARTH (2013)



Sebelumnya gak ada niatan menonton film ini. Bukan karena adanya Shyamalan yang duduk dibangku sutradara. Ga ada yang salah dengan sutradara The Sixth Sense itu dan gw juga gak menaruh sentimen  terhadap sutradara berdarah india tersebut. Walaupun beberapa kali Shyamalan mengecewakan dalam beberapa filmnya seperti The Last Airbender dan The Happening. Basicly emang kurang suka aja dengan genre fiksi ilmiah. 

Satu hal yang membuatku tertarik adalah dijajaran cast-nya. Disitu ada nama Will Smith dan juga sang putra Jaden Smith. Hmm, seperti kita tahu pasangan ayah dan anak ini pernah sukses dan tampil apik dalam film inspiratif Pursuit of Happyness ditahun 2006 silam. Konsep After Earth sebenernya murni digagas oleh Will smith. Shyamalan hanya berlaku sebagai sutradara dan penulis naskah bersama Gary Whitta. Dan apakah ketelibatan Will Smith sebagai penggagas ide cerita dan juga sebagai pemain dalam film ini  akan bisa memperbaiki reputasi Shyamalan sebagai sutradara?

Film ini menceritakan tentang seorang anak bernama Kitai Raige (Jaden Smith) dan ayahnya Cypher Raige (Will Smith) yang terjebak setelah mengalami kecelakaan pesawat dan terdampar di planet bumi yang kini tercemar dan sudah lama ditinggalkan manusia. Sebelumnya manusia telah berpindah ke planet lain bernama Nova Prime dimana mereka bisa memulai kehidupan baru walau harus menghadapi serangan alien yang disebut Ursa. Ursa adalah monster raksasa buta namun dengan mudah bisa mengetahui keberadaan manusia di sekitarnya dari deteksi feromon, yakni hormon yang dikeluarkan dari pori-pori manusia ketika merasa ketakutan. Setiap manusia yang terdeteksi Ursa akan langsung dibunuh dengan cara mengerikan.

Ceritanya Kitai dan sang ayah adalah orang yang selamat dari kecelakaan pesawat tersebut. Dan untuk pulang ke tempat asalnya, mereka harus menemukan alat sensor penyelamat yang terjatuh di suatu tempat, sementara ayahnya tak berdaya karena mengalami luka parah di kakinya. Akhirnya dengan petunjuk dari ayahnya, Kitai pun menjelajahi bumi seorang diri. Ia harus mengalahkan rasa takut untuk menyelamatkan hidup mereka.

Sebenernya tema film ini sederhana aja. Ingin menonjolkan tentang hubungan emosi antara antara ayah dan anak, hanya saja dibungkus dalam cerita fiksi ilmiah. Tapi sayangnya semua yang terlibat di film ini seperti ga punya nyawa untuk menjadikan film ini sebuah sajian yang hidup. Mulai dari karakter-karater yang terlihat lemah dan ga meyakinkan. Akting Jaden terasa sangat membosankan, sepanjang film hanya lari-larian dengan mimik yang datar. Begitupun dengan Will Smith, sangat pasif sekali aktingnya di film ini. Hanya duduk sepanjang film dan mengarahkan sang anak. Lengkap sudah kegaringan film ini

Jika memang ingin menonjolkan hubungan emosional antara ayah dan anak, kenapa gak bisa dirasakan chemistry antara keduanya, padahal mereka memang benar-benar mempunyai ikatan darah. Will Smith berakting ga seperti biasanya. Disini ia benar-benar tanpa ekspresi sepanjang film. Ga ada aura Will Smith yang terpancar seperti biasanya. Begitupun Jaden Smith seperti tanpa nyawa dalam memerankan karakternya, aktingnya masih kelihatan kaku dan kurang bisa mengolah mimiknya. Yang lebih bikin ngantuk, alur film ini juga terasa lambat banget , banyak scene-scene yang diulang. Apalagi terlalu banyak dialog membuat film ini makin seperti nyanyian pengantar tidur

Ternyata keberadaan aktor sebesar Will Smith pun tidak juga mampu membuat film ini mengangkat nama Shyamalan. Walaupun film ini memang tidak sepenuhnya garapan Shyamalan. Ide cerita film ini memang digagas sendiri oleh aktor I am Legend tersebut. Tapi Will Smith terlihat tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk menunjukkan kualitasnya. Yang terlihat ia justru seperti memberikan porsi yang begitu besar kepada sang anak (Jaden) untuk memperlihatkan kemampuan aktingnya yang sayangnya juga gagal karena Jaden berakting kurang meyakinkan.

Sebenernya kalau Will Smith ikut berperan dengan porsi action yang banyak atau minimal berimbang dengan Jaden mungkin film ini gak akan terpuruk seperti ratingnya di imdb yang bisa dibilang jebl*k. Sayangnya itu gak dilakukannya dan malah memilih untuk duduk manis didepan layar monitor sambil mengawasi dan mengarahkan Jaden yang lari-larian dihutan. Efek CGI yang ditampilan difilm ini juga terasa nanggung. Yang agak aneh,kondisi bumi pasca ditinggalkan manusia kok gitu ya, kurang ditampilkan secara meyakinkan. Difilm ini semua terlihat serba nanggung. Menurutku Jaden Smith lebih cocok berperan difilm-film drama seperti Pursuit of Happyness, lebih kerasa melow-nya sekalian. Kalau untuk film-film kayak gini sepertinya kurang cocok. Kelihatan maksa dan kurang natural.

Tapi semuanya itu relatif ya. Mungkin ada juga yang terpuaskan dengan film ini. Tapi bagiku pribadi film ini jauh dari yang kuharapkan, bahkan sekali lagi dengan adanya Will Smith yang notabene selalu cemerlang dalam setiap film nya ternyata juga tidak cukup memberi andil di film ini. After Earth mungkin saja akan sedikit lebih mengesankan jika saja Shyamalan sedikit memberi twist seperti kebiasaanya di film-filmnya tapi ternyata  twist yang dinanti juga tidak ada. Mungkin satu-satunya yang masih bisa kita ambil dari film ini adalah pesan moralnya, Banyak pesan moral yang ingin disampaikan Will Smith lewat filmnya ini, diantaranya tentang pentingnya kedekatan ayah dan anak, kasih sayang antara ayah dan anak, dan bahwasanya manusia harus bisa melawan ketakutannya sendiri



25 Sep 2013

MIKA (2013)



Mika menceritakan tentang seorang gadis bernama Indi (Velove Vexia) yang mengidap Skoliosis (kelainan pada rangka tubuh yang berupa kelengkungan tulang belakang). Penyakit langkanya itu  mengharuskannya untuk selalu memakai brace (besi penyangga tubuh). Suatu saat ketika berlibur ke jakarta Indi berkenalan dengan Mika (Vino G. Bastian) , seorang cowok yang super santai, slengekan dan cuek yang ternyata dibalik semangatnya juga mempunyai penyakit. Mika adalah seorang pengidap HIV/Aids. Tapi walaupun begitu, Indi tak sekalipun menjauhi Mika. Ia tetap mau berdekatan dan berinteraksi dengan Mika. Lambat laun hubungan Indi dan Mika makin dekat. Mika mampu membuat hari-hari indi jadi penuh warna dengan keceriaannya,  Sampai pada akhirnya Mika menyatakan cinta, dan Indi menerima cinta Mika dengan tulus. 

Mika telah merebut hati Indi dengan sikapnya yang membuatnya terkesan. Mika selalu bisa menyemangati Indi saat ia merasa terpuruk. Mika selalu setia menemani Indi saat ia merasa sendiri. Mika selalu hadir untuk melengkapi Indi. Membuat hal-hal yang mustahil Indi lakukan seolah mampu menjadi nyata. Mika hadir seperti sesosok malaikat yang menyempurnakan. Sampai akhirnya saat kesehatan Mika menurun, konflik-konflik pun mulai terjadi. Orang tua Indi sangat marah dan kecewa ketika tahu Indi diam-diam masih berhubungan dengan Mika yang menurut pandangan sang ibu terlalu urakan dan harus dijauhi karena mengidap Aids

Memang film yang mengusung tema seperti ini sudah lumayan banyak. Film melodrama, dibalut kisah sedih tentang tokoh utama yang berpenyakit, terasa agak klise memang. Sebut saja Heart, Surat Kecil Untuk Tuhan, Habibie Ainun. Tapi yang membuatku tertarik adalah adanya Vino Bastian dijajaran cast-nya yang selama ini dikenal punya kualitas akting bagus dan selalu total di film-filmnya. Mika dibuat berdasarkan autobiografi Indi yang terdiri dari dua jilid buku, yakni Waktu Aku Sama Mika dan Karena Cinta Itu Sempurna.  Untuk yang pengen tahu blog pribadi Indi sang penulis/tokoh asli Indi bisa klik disini

Mika berjalan dengan tempo yang sedang, bisa dibilang runtut dalam menceritakan kisahnya. Pertama-tama mengenalkan kita dengan kehidupan Indi dan keluarganya. Setelah itu langsung membawa kita pada interaksi manis Mika dan Indi yang baru saja berkenalan. Seperti film-film Vino sebelumnya, film ini juga dibalut romansa keromantisan khas Vino, yang selalu saja manis walaupun dibumbui dengan kisah mengharu biru. Keromantisan-keromantisan itu beberapa kali terasa. Walaupun kadang-kadang lebih didominasi oleh akting Vino . 

Vino seperti biasa terlihat maksimal dan total memerankan karakternya. Ia terlihat sekali ingin membangun chemistry dengan lawan mainnya. Tapi kadang Velove terasa kurang mendalami perannya saat berinteraksi dengan Vino. Gak tau juga ya, mungkin memang karakter seperti itulah yang semestinya ia mainkan. Tapi yang kurasakan chemistry keduanya tidak sekuat saat Vino bermain dengan Fahrani dalam Radit dan Jani, ataupun saat Vino bermain dengan Marsha Timothy diberbagai FTV yang begitu sangat kompak dan chemistry. Tapi terlepas dari itu semua, Velove tetap terlihat menjiwai saat membawakan karakter seorang gadis yang mempunyai penyakit skoliosis

Film besutan Lasja Fauzia Susatyo ini mempunyai tema klise tapi untungnya tidak membosankan karena di beberapa scene kerap diperlihatkan adegan-adegan manis nan menyentuh. Dan untungnya Vino selalu bisa membuat setiap adegan terasa tetap menarik dan romantis. Walaupun film ini bergenre melodrama yang identik dengan mewek, tapi sepertinya film ini belom berhasil membuatku banjir air mata karena air mataku cuma netes dikit pas scene-scene terakhir waktu Mika mengajak Indi berimajinasi. Disitu bagian paling nyesek dan mengharukan menurutku.

Overall Mika bukanlah film yang buruk walaupun tema-nya memang bukan sesuatu yang baru. Mika buatku tetap terasa mengesankan. Apalagi film ini juga mengangkat tentang penyakit HIV/Aids. Seolah mengingatkan kita bahwa tak seharusnya kita menjauhi orang-orang yang terkena Aids, karena pada dasarnya yang harus dijauhi adalah penyakitnya, bukan orangnya. Film ini juga mensosialisasikan tentang bahaya narkoba dan seks bebas. Dan satu quotes yang kusuka dari film ini '' Imajinasi adalah hadiah terkeren yang di berikan tuhan buat kita- Mika ''



THE CALL (2013)



Banyak sekali film- film yang memperlihatkan seseorang dalam kondisi darurat lalu menghubungi 911. Biasanya yang diadukan mulai dari masalah berat seperti penculikan, perampokan, pembunuhan sampai masalah sepele. Tapi biasanya film-film itu hanya memusatkan cerita pada si korban dengan ketegangan-ketegangan yang ada tanpa menyoroti lebih lanjut tentang 911 itu sendiri. Nah di film The Call yang akan kubahas ini sangat menarik sekali. Menceritakan tentang permasalahan darurat yang dihadapi korban tapi fokus ceritanya juga menyoroti kinerja 911 itu sendiri. Sangat fresh menurutku ide yang coba dihadirkan oleh Richard D’Ovidio sebagai sang penulis naskah. Membuat sebuah thriller tapi juga menyoroti sisi lain dari yang selama ini gak kepikiran oleh sineas lain yaitu menyoroti para pekerja 911 secara detail.

Jordan Turner (Halle Berry) bekerja sebagai operator senior di 911. Sudah berbagai macam panggilan darurat ia terima. Mulai dari kecelakaan, pencurian, penodongan hingga panggilan darurat yang nggak penting. Suatu hari Jordan mendapatkan panggilan darurat dari seorang gadis yang bernama  Leah Templeton (Evie Thompson). Ia kedatangan pria misterius kedalam rumahnya. Saat Jordan memberi instruksi, tak sengaja Jordan melakukan tindakan ceroboh yang justru membuat gadis itu celaka dan akhirnya terbunuh. 6 bulan setelah kejadian traumatis itu, Jordan kembali dihadapkan dengan kasus serupa, yaitu kasus tentang seorang gadis yang bernama  Casey Welson (Abigail Breslin) Ia diculik saat berada disebuah mall. Jordan pada akhirnya harus berusaha keras menolong Casey dari situasi tersebut, apalagi di latar belakangi traumatisnya dan rasa bersalahnya maka ia berusaha menolong dan masuk lebih jauh pada kasus yang dialami Casey

Sebuah ide cerita orginal yang sangat menarik. Dengan modal premis yang fresh, The Call membuka film dengan sangat meyakinkan. Diawal-awal film kita langsung diperkenalkan dengan the hive atau ruang operator 911 yang pastinya jarang sekali kita lihat. Disana diperlihatkan gambaran mengenai pekerjaan para operator yang mengurusi panggilan darurat dengan berbagai macam permasalahannya dari yang gawat, yang berat, sampai yang konyol dan ga penting. Dan ternyata pusing juga ya pekerjaan operator 911 haha. Kebayang banget pasti tiap hari diruangan itu dipenuhi suara teriakan, minta tolong dan kepanikan. Dari scene-scene awal aja film ini udah tampil cukup meyakinkan membuatku makin penasaran

Dengan tempo yang cukup cepat film ini langsung membawa kita pada ketegangan layaknya film-film thriller pada umumnya tapi bedanya dengan suasana diruang operator sebagai sudut pandang utamanya. Yups film ini gak bertele-tele dalam menjabarkan setiap jengkal cerita dan ketegangannya. Sangat enak untuk dinikmati. Tempo yang cepat dan ketegangan yang intens memberi sebuah sensasi menonton yang mengasyikkan di awal sampai pertengahan film. 

Kita dibawa masuk kedalam situasi menegangkan yang dialami Leah dan Casey. Kadang dibuat menahan napas sambil menikmati percakapan menarik melalui telepon antara sang korban dan operator. Apalagi setelah masuk kasus yang kedua, percakapan telepon antara Casey dan Jordan terasa sangat menarik dan membuat kita seakan larut dan terbius untuk mengikuti setiap apa yang dihadirkan film ini. Percakapan-percakapan itu terasa menarik saat Jordan sebagai operator mengarahkan Casey agar tetap tenang sambil memberikan petunjuk-petunjuk yang harus dilakukan Casey. Disitulah kekuatan film ini dalam menggiring emosi penonton sehingga terbawa dalam cerita. Secara ga langsung The Call juga memberikan kita info baru tentang kinerja hebat yang dilakukan oleh 911 saat membantu sang korban.

Film ini benar-benar membuatku kagum dengan cara kerja 911. Secara ga langsung film ini juga memberi gambaran kita tentang cara-cara menyelamatkan diri jika mungkin berada pada situasi yang sama. Petunjuk-petunjuk yang di instrusikan Jordan juga cerdas dan sangat menarik diikuti, dimana nantinya informasi-informasi yang diberikan akan sangat bisa membantu memecahkan tiap misteri dan tentunya menyelamatkan si korban.

Ga hanya tiap detail percakapannya yang menarik, tapi penceritaannya juga terasa runtut dan rapih. Gak membosankan sampai pertengahan film. Sampai pada titik dimana akhirnya Jordan keluar dari zona operator dan mulai masuk dan terlibat langsung. Disitulah kurasa film ini mulai sedikit kehilangan keasyikannya. Film ini berubah haluan jadi kayak film-film thriller yang lain dengan wanita sebagai jagoannya. Terasa keluar dari zona keasyikan dan ga fokus lagi. Tapi tetep ku acungin jempol deh buat Brad Anderson dan Richard D’Ovidio, yang mampu mengemas The Call menjadi sajian fresh dan dengan penggarapan yang bagus terutama awal sampai pertengahan film.Walaupun diakhiri dengan sebuah ending yang terasa kurang nendang, setidaknya mereka telah berusaha menghadirkan film yang punya ide fresh dan mampu membuat kita tetap betah terpaku didepan layar hingga film selesai.

Jajaran cast difilm ini menurutku juga bermain bagus, terutama akting Halle Berry dan Abigail Breslin. Halle Berry sangat cocok dan meyakinkan berperan menjadi seorang operator dengan segala kesabarannya dan ketelatenannya saat harus meyakinkan sang korban bahwa semua akan baik-baik saja, berikut rasa traumatisnya juga diperlihatkan dengan sangat menjiwai. Akting Abigail pun juga sangat mumpuni. Aktris Little Miss Sunshine ini  selain sudah bertumbuh dewasa dan cantik, aktingnya juga tak kalah meyakinkan. Lihat saja mimik mukanya saat harus disergap ketakutan, nada bicaranya yang terasa sangat panik. Sampai-sampai kita serasa terbawa ikut dibagasi tempat ia disekap.

Sebagai sebuah thriller, The Call telah menyuguhkan sajian yang beda. Setidaknya memberikan kita gambaran tentang dunia seorang operator 911 yang sangat sibuknya, sangat kompleksnya dan sangat mulianya. Terutama rasa tanggung jawab untuk membantu dengan maksimal. Diluar semua kekurangannya film ini tetap bagus dan fresh. Recomended buat yang pengen liat film thriller yang beda dan gak membosankan :))



18 Sep 2013

THE CONJURING (2013)


 

The Conjuring. Yups, film horor yang saat pemutarannya beberapa waktu lalu sangat heboh dibicarakan bahkan oleh orang-orang yang notabene bukan pecinta horor. Entah kenapa sejak diputar banyak banget yang menggembar-gemborkan keseraman film ini. Bahkan Kalau ku perhatikan banyak banget orang yang setelah menonton langsung merekomendasikan film ini dengan semangatnya haha. Ya, film ini memang mempunyai hype yang sangat tinggi. Bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai film horor terseram sepanjang masa. Wow sampai semengerikan itukah? The Conjuring menjadi menarik dan heboh mungkin karena faktor embel-embel kisah nyata yang dibawanya. 

Film horor yang sangat kunantikan tahun ini selain The Conjuring adalah Insidious Chapter 2. Dua film itu memang digarap oleh Wan. Siapa sih yang gak tahu kemampuan director 1 ini, sejak kesuksesan Saw dan  Insidious  rasa-rasanya gak ada alasan untuk tidak menonton film-film horor garapan Wan yang lainnya. The Conjuring secara singkat bercerita tentang Carolyn (Lily Taylor) dan Roger Perron (Ron Livingstone) yang baru saja pindah ke rumah pedesaan impian mereka di Rhode Island bersama lima putrinya, yaitu Andrea (Shanley Caswell), Nancy (Hayley McFarland), Christine (Joey King), Cindy (Mackenzie Foy), dan April (Kyla Deaver). 

Dan ya, seperti halnya dalam Insidious, rumah itu mulai menunjukkan kengerian dan  peristiwa-peristiwa aneh. Dari ditemukannya ruang bawah tanah misterius, bau daging busuk,  kematian anjing peliharaan mereka, berhentinya semua jam tepat pada pukul 3:07, munculnya teman khayalan April yang bernama Rory, dan lain sebagainya. Keluarga Perron pun merasa terancam, karena gangguan yang awalnya tidak begitu terasa berubah menjadi sesuatu yang sangat mengganggu dan mengerikan. Hal ini membuat keluarga Perron ketakutan dan akhirnya meminta bantuan kepada Ed (Patrick Wilson) dan istrinya Lorraine Warren (Vega Farmiga) yang kerap menyelesaikan kasus-kasus supranatural

Film ini memang sekilas seperti kebanyakan film haunted house lainnya. Dengan teror dalam rumah yang semakin lama semakin intens, kengerian-kengerian yang seolah dibangun perlahan hingga mencapai klimaks. Tapi film ini bukan saja film rumah berhantu karena juga kental dengan hal-hal yang berbau supranatural, seperti adanya unsur-unsur exorcism. Ya sedikit mengingatkan dengan The Exorcist. Wan sangat mahir dalam meramu sebuah horor menjadi sangat creepy dan memorable dengan sentuhan khas-nya. 

Masih teringat jelas kengerian-kengerian yang kita lihat dalam Insidious. Di film ini ia juga dengan cerdasnya menyisipkan hal-hal kecil yang mampu terus menempel diotak penonton seperti permainan clap-and-hide yang bisa membangun sensasi ngeri yang memorable. Tak diragukan lagi, kelebihan James Wan adalah selalu bisa membuat horor yang klise sekalipun menjadi sangat menyeramkan. Apalagi di film ini ia bekerjasama dengan komposer Joseph Bisara untuk menata tensi ketegangan lewat musik. Seperti diketahui keduanya pernah berkolaborasi dalam insidious. Maka tak heran jika scoring di film ini juga sangat seram


The Conjuring mempunyai apa yang dibutuhkan dalam film horor. Mulai dari cerita (adaptasi kisah nyata) yang dikemas dengan matang, para pemain yang juga sangat total. Disini Patrick Wilson kembali didaulat untuk membintangi film garapan Wan setelah sebelumnya ia juga turut mensukseskan Insidious. Begitu juga Vera Varmiga, ia kelihatan menyatu sekali dengan karakternya, juga jajaran cast lainnya. Di dukung pula dengan suasana horor klasik era 70an, dengan pengambilan gambar yang terkesan vintage, The Conjuring mampu membawa kita seolah-olah melihat dan mengalami apa yang diceritakan pada masa itu. Apalagi dengan adanya pernak-pernik horor yang juga ikut mendukung nuansa horor seperti boneka Annabelle dan kotak musik yang menambah kesan mistik. 

Film ini memang tidak bisa dipungkiri lagi keseramannya tapi menurutku masih belom bisa menghadirkan nuansa yang baru dan original dari sebuah film horor. Mungkin karena udah terlalu seringnya melihat film-film bertema haunted house juga film-film dengan tema exorcism kali ya, Tapi sekali lagi untungnya Wan punya senjata tersendiri untuk membuat cerita yang klise tersebut jadi tetap segar dimata penonton. Intinya sih terlepas dari apapun kekurangannya, film ini tetaplah menjadi horor hollywood yang berkualitas, sebuah horor klasik yang cerdas dalam memainkan emosi dan ketakutan penonton. Happy watching 

17 Sep 2013

LIFE OF PI (2012)



Life of Pi mengisahkan tentang seorang pemuda asal India yang memiliki nama cukup aneh yaitu Piscine Molitor Patel atau akrab disapa Pi Patel. Pi merupakan pemuda yang lugu namun memiliki perasaan ingin tahu yang sangat besar. Ia selalu mencoba sesuatu yang dianggapnya benar mulai dari pandangannya terhadap agama, ilmu pengetahuan dan kehidupan.

Suatu ketika, saat keluarga Pi  mengalami kesulitan ekonomi karena kebun binatang yang mereka kelola tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seluruh anggota keluarga Pi akhirnya memutuskan untuk pindah ke Kanada dengan menggunakan jalur laut. Namun perjalanan tersebut tidaklah semudah yang ia bayangkan lantaran perahu yang mereka tumpangi di hadang badai besar dan hanya Pi yang selamat dari musibah tersebut. Dari sanalah ia harus berjuang seorang diri untuk bisa selamat di tengah lautan luas bersama Orang Utan, Zebra, Hyena, dan Harimau benggala bernama Richard Parker


Film ini merupakan adaptasi novel karya Yann Martel yang banyak menuai anggapan skeptis bahwa mustahil novel tersebut bisa diangkat ke sebuah film. Banyak beberapa nama sutradara digadang-gadang menyutradarainya sampai akhrnya kursi sutradara itu pun diambil Ang Lee dan ia membuktikan bahwa ia mampu dengan baik menuangkan Life of Pi kedalam sebuah film. Bahkan berkat film ini ia memboyong beberapa penghargaan di Oscar 2013 lalu.  


Film ini membuktikan bahwa keajaiban itu memang selalu ada dan itulah yang dialami oleh Pi. Bagaimana bisa ketika kapal yang membawa keluarganya diterjang badai besar hanya ia sendiri yang akhirnya selamat dan pada akhirnya harus berjuang di sebuah sekoci kecil bersama hewan-hewan buas. Film yang sangat menarik buatku yang notabene memang penggemar film survival. Mengingatkan dengan Cast Away nya Tom Hanks. Tapi kali ini ceritanya lebih kompleks lagi. Pi harus berjuang dan survive ditengah-tengah samudera dan juga harus bertahan dari serangan hewan-hewan buas yang sangat mengancam jiwanya.

Secara tampilan, film ini sangat mampu memvisualisasikan cerita kedalam sebuah sinematografi cantik. Walaupun belum pernah membaca novel aslinya, tapi dari cara Ang Lee menuangkan cerita dalam film ini terasa sangat indah. Sutradara asal taiwan itu sangat lihai dalam memvisualisasikan kehidupan Pi di tengah laut  melalui gambaran suasana laut yang indah nan eksotik. Dikemas pula dengan efek 3D yang sangat memanjakan mata. Juga petualangan liar Pi ditengah samudera bersama harimau benggala itu juga terasa sangat nyata dan mendebarkan. Suka banget deh sama harimau benggalanya, pengen banget melihara :3  kelihatan menggemaskan banget. Apalagi pas udah mulai jinak. Agak sedikit mengharukan juga saat melihat persahabatan Pi dan sang harimau. Akting Suraj Sharma (Pi Patel) bisa dibilang sangat total dan gemilang meski masih baru didunia perfilm-an.

Ang lee tidak hanya mampu menampilkan film dengan sinematografi dan lanskap-lanskap indah, tapi juga mampu menyisipkan pesan-pesan moralnya secara mendalam. Perihal hubungan manusia dengan tuhannya, bahwa semua agama itu baik, tentang perjuangan dan kepasrahan terhadap tuhan, tentang cara tuhan menunjukkan kekuasaanNya. Semua itu mampu tersampaikan dengan baik di film ini. Recomended buat pecinta film-film survival dan petualangan liar. Juga bagi kamu yang tidak hanya ingin mencari ketegangan, keindahan dalam film tapi juga pesan-pesan kehidupan. Happy Watching :)


16 Sep 2013

THE IMPOSSIBLE (2012)





Masih ingat tragedi tsunami 2004 silam, ketika gempa berkekuatan 9 skala righter mengguncang samudera hindia dengan kedalaman 10 meter. Gempa tersebut menimbulkan gelombang tsunami setinggi 9 meter dan memporak-porandakan kawasan sumatera utara bahkan beberapa wilayah lain didunia termasuk thailand. Banyak korban berjatuhan dari peristiwa maha dahsyat tersebut. Tidak hanya di indonesia terutama aceh dan sekitarnya, ada sebuah kisah nyata tentang keluarga yang sedang berlibur ke Thailand dan mengalami peristiwa tsunami tersebut. Berlatar kisah nyata itu, sutradara asal spanyol, J.A Bayona membuat sebuah disaster film yang berjudul The Impossible. 

The Impossible bercerita tentang sebuah keluarga yang terdiri dari Henry (Ewan McGregor), Maria (Naomi Watts) dan 3 anak mereka, Lucas (Tom Holland , Thomas (Samuel Joslin) , Simon (Oaklee Pendergast), yang sedang berlibur natal di Thailand. Mereka menginap  di sebuah resort di pinggir pantai, ketika tiba-tiba sebuah gulungan besar menghantam hotel tempat mereka tinggal. Sebuah premis yang sederhana sekali. Dari poster filmnya juga sebenernya udah ketahuan kalau ini adalah sebuah disaster movie, dimana kita akan menyaksikan sebuah keluarga yang menjadi korban tsunami.

Bayona untung saja bisa mengemas sebuah premis sederhana itu menjadi sebuah tontonan menarik. Ia sengaja menyentil kesensitifan kita, menyentil rasa kemanusiaan kita dengan adegan-adegan nan mengharukan dan tak jarang membuat kita menitikkan air mata. Tapi entah kenapa saat menonton film ini gw gak sampe mewek, Cuma nyesek  dan terharu aja dibeberapa adegan. Menyaksikan sesuatu yang impossible tapi bener-bener terjadi membuat kita berpikir tentang kebesaran tuhan. Ya setidaknya itu yang ingin disampaikan oleh film ini. Bahwa dalam kondisi apapun, dalam tragedi sebesar apapun, kita ga akan pernah tahu dan percaya sampe mukjizat datang dan keajaiban terjadi. 

Film ini berjalan dengan tempo yang agak lambat. kadang sedikit membosankan sih. Tapi bisa tertutupi dengan adegan-adegan mengharukan dan juga akting yang bagus dari Naomi Watts dan Ewan McGregor. Btw Naomi Watts masuk nominasi aktris terbaik Golden Globe Award untuk perannya di film ini loh. Gw suka sih akting total dari Naomi dan Thomas. Mereka bisa menggambarkan suasana hati yang kacau, ketakutan, dan bahkan kesakitan. Ewan McGregor juga sangat bisa memperlihatkan kebingungan dan kekalutannya. 

Seperti kita tahu, film ini mempunyai plot yang simpel, tapi untung saja Bayona segera tanggap dengan keterbatasan premis film ini. Ia dengan lihai segera menutupinya dengan dramatisasi disana-sini. Kadang agak diperlama dibeberapa adegan, mungkin untuk memadatkan cerita. Yang membuat film ini makin terasa dramatis gambaran tsunami itu juga diperlihatkan dengan sangat nyata dan mengerikan, ketika banyak pohon-pohon tumbang, pohon-pohon nyangkut disana-sini, bener-bener menggambarkan tragedi tsunami yang sebenarnya. bahkan setiap luka dan goresan di tubuh juga sangat diperhatikan secara detail.

Bayona berhasil mengemas sebuah cerita nyata yang kelam, tragedi yang menyedihkan menjadi sebuah tontonan yang berisi dan mengharu biru. Walaupun ceritanya cenderung kurang special dan sekilas seperti disaster-disaster movie yang lain tapi The Impossible  banyak memberikan pesan moral. Selain sarat pesan dan sangat inspiratif, film ini juga menyajikan tontonan dengan efek-efek yang luar biasa tapi tetap terlihat natural dan dramatis. Sebuah survival sekaligus disaster movie yang cocok ditonton oleh seluruh anggota keluarga. Happy Watching~


sutradara asal Spanyol bernama Juan Antonio Bayona

Read more at http://uniqpost.com/46359/the-impossible-film-tentang-tsunami-2004/
Pada pagi hari sekitar pukul 8.00 WIB, gempa berkekuatan 9 Scala Richter mengguncang Samudera Hindia dengan kedalaman 10 kilometer. Menimbulkan gelombang tsunami setinggi 9 meter dan memporak-porandakan kawasan Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.

Read more at http://uniqpost.com/46359/the-impossible-film-tentang-tsunami-2004/
Pada pagi hari sekitar pukul 8.00 WIB, gempa berkekuatan 9 Scala Richter mengguncang Samudera Hindia dengan kedalaman 10 kilometer. Menimbulkan gelombang tsunami setinggi 9 meter dan memporak-porandakan kawasan Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.

Read more at http://uniqpost.com/46359/the-impossible-film-tentang-tsunami-2004/