30 Agu 2014
OCULUS (2014)
Di review oleh
Ratih Angga Dewi
label:
horror,
lumayan,
psychological,
thriller,
twist ending
Oculus bercerita tentang Kaylie (Karen Gillan) dan Tim Rusell (Brenton Thwaites) yang terpisah sejak 10 tahun yang lalu semenjak orang tuanya meninggal. Tim dituduh melakukan pembunuhan atas orang tuanya dan di masukkan ke panti rehabilitasi. Diceritakan kini masa rehabilitasi Tim telah berakhir dan ia kembali bisa berkumpul dengan sang kakak. Sang kakak, Kaylie yang bekerja dipelelangan barang baru saja membeli sebuah cermin yang ia duga sebagai penyebab kejadian yang menimpa keluarganya 10 tahun lalu.
Tim yang tidak percaya bahwa tragedi yang menimpa keluarganya dahulu adalah karena ulah cermin tua tersebut sebenernya cukup skeptis dengan pendapat sang kakak dan menolak saat diajak untuk ikut membalas dendam dan melakukan pembuktikan hal-hal supranatural pada cermin yang disebut dengan lasser glass tsb. Sementara Kaylie terlihat sangat bersemangat untuk menyiapkan semuanya, seperti memasang kamera, alarm, penghancur cermin dsb
Sebenarnya Oculus cukup membuatku penasaran dengan hal mengerikan apa yang akan disuguhkan. Bertema sebuah cermin kuno pastinya akan sangat creepy dan nuansa terornya akan dapet banget. Dari posternya juga semakin mendukung untuk berekspektasi lebih pada film besutan Mike Flanagan ini. Dan ternyata film ini gak sesimple budgetnya yang konon minim. Alur film ini malah tergolong rumit dan tumpang tindih gak karuan karena maju mundur dan bercampur baur antara masa lalu dan masa kini
Walaupun sempet bengong pada awalnya, tapi akhirnya mulai terbiasa juga dan mulai paham gaya bercerita Mike Flanagan yang sepertinya menginginkan kita untuk tidak sekedar bersantai dan menonton tapi juga harus mikirr. Yaa ..jangan berharap anda akan duduk manis dan terlena doank, terbuai tanpa harus mengerutkan dahi saat menonton film ini :D
Teror Oculus ternyata tak seperti dugaanku yang mengira bahwa si cermin tersebut bisa meneror secara frontal, karena ternyata Flanagan lebih menekankan untuk meneror penonton dari sisi psikologisnya, sedikit mengingatkan pada Sinister, tetapi ini jauh lebih rumit dan lebih memaksa kita untuk capek-capek mikir, memilah dan menduga mana yang merupakan kenyataan dan mana halusinasi. Hadehh ribet :)
Dan menurutku Oculus tuh kayaknya lebih ke thriller psychological deh karena adegan-adegan gorynya lebih mendominasi ketimbang jump scare dan hantu-hantuannya. Buat yang gak kuat nonton darah, film ini tidak di rekomendasikan, karena pasti bakalan kebayang adegan di beberapa scene-nya. Walaupun gak ekstrim juga gorenya tapi cukup membuat perasaan gak nyaman. Salah satu kelebihan Oculus, walaupun terkesan kelam adalah pemilihan endingnya, Adegan endingnya termasuk bagus dan paling memorable menurutku.
Secara ide cerita memang gak terlalu fresh ya tema nya, tentang benda kutukan gitu. Tapi kelebihan film ini ada di gaya penceritaannya dan alurnya yang mondar mandir dari masa lalu ke masa kini secara bercampuran. Membuat oculus menjadi sebuah horor yang beda, mengajak penonton ikut bermain dengan fantasinya masing-masing. Oculus sepertinya gak mau terjebak dengan pakem horor pada umumnya yang biasanya secara runtut dan gamblang membawa penonton pada momen momen mengerikan. Dan itu jadi nilai plus film ini menurutku
Tapi Oculus gak sepenuhnya bagus, Kekurangan film ini pas film berakhir agak kurang puas karena beberapa misteri masih menggantung diakhir film, seperti misteri tentang cermin tersebut yang gak terungkap jelas. Intinya buat orang yang hobi mikir, mungkin film ini cocok karena membutuhkan imajinasi dan kreatifitas otak, tapi buat tipe penonton yang simpel dan gak mau ribet, maka akan sangat membosankan dan membingungkan. Happy watching ..
27 Agu 2014
ONE HOUR PHOTO (2002)
Di review oleh
Ratih Angga Dewi
label:
drama,
keren,
psychological,
thriller,
twist ending
Ketika seseorang terobsesi pada sesuatu maka ia cenderung memandang sesuatu itu sebagai hal yang sangat sempurna, tanpa cacat. Bahkan berkhayal untuk bisa masuk menjadi bagian dalam dunia yang menjadi obsesinya tersebut. Tanpa sadar objek yang menjadi obsesinya itu juga tidak sesempurna apa yang ia bayangkan. Maka mulailah ia merasa tidak terima dengan kenyataan tsb dan mulai berusaha mengembalikan citra sang objek obsesi sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Kira-kira begitulah yang bisa ditangkap dari film lawas berikut ini.
Sy Parrish (Robin Williams). Ia adalah seorang tukang cuci cetak photo disebuah pusat perbelanjaan yang bernama SavMart. Telah bertahun-tahun ia dedikasikan hidupnya untuk bekerja dalam bidang cuci cetak foto. Selama puluhan tahun berkerja ia pun telah banyak mengenal para pelanggan setianya. Salah satu pelanggan yang menarik perhatiannya adalah Nina Yorkin.
Nina Yorkin mempunyai keluarga kecil yang bahagia. Mempunyai kehidupan yang harmonis bersama suami dan anak lelakinya, terlihat dari foto-foto yang ia cetakkan dan itu membuat seorang Sy yang kesepian menjadi terobsesi dengan keluarga tsb. Ia mulai mengagumi dan bahkan berkhayal masuk menjadi bagian keluarga tsb hingga sesuatu yang tidak ia pikirkan tiba-tiba saja terungkap.
One Hour Photo film yang bagus menurut saya. Ga banyak adegan darah-darahan tapi berhasil membuatku merasakan aura psikopat itu hanya dari melihat mimik muka Sy Parrish. Yaap, Robin Williams aktingnya keren banget di film ini. Tatapannya seperti benar-benar menyimpan sesuatu, sekilas seperti psikopat yang didepan berwajah manis, terlihat ramah tapi bisa saja menjadi sosok mengerikan dibelakang. Dan itu membuatku berasumsi negatif terhadapnya. Dan ia berhasil, berhasil banget bikin pencitraan kaya gitu dari awal film.
Sepanjang film saya pun di buat sibuk menebak-nebak watak asli dari Sy, apa yang akan ia lakukan, dsb. Dan film ini berhasil membuat twist manis yang ga ketebak, melenceng jauh dari perkiraanku. Keren banget. Setelah menggiring otak kita untuk berasumsi macam-macam, dengan kalemnya film ini mengecoh kita dan mengakhiri film dengan jalannya sendiri.
Film ini seolah juga mengingatkan kita dengan selipan pesan moralnya, jika kita telah ''beruntung'' mempunyai keluarga lengkap dan bahagia hendaknya tidak menodai apa yang sudah kita punya. Harus bersyukur dengan apa yang sudah kita dapatkan, tidak mengkhianati kepercayaan keluarga, karena sejatinya memiliki keluarga yang hangat dan bahagia itu sangat mahal harganya. Setidaknya bagi seorang Sy Parrish
24 Agu 2014
DUEL (1971)
Di review oleh
Ratih Angga Dewi
label:
action,
keren,
psychological,
road movie,
thriller
Film jadul satu ini punya dasar cerita yang simpel sesimpel-simpelnya, dan cocok untuk ditonton saat sedang penat karena ini sangatlah menghibur. Ga perlu mikir cukup duduk manis dan lihatlah betapa cerdasnya seorang Steven Spielberg dalam mengajak kita mengikuti permainannya. Pertamanya sedikit ga percaya kalo film ini adalah salah satu karya dari Spielberg karena biasanya film-film beliau adalah film-film besar, dengan big budget, dengan segala kecanggihan efeknya. Ternyata dimasa lalu ia pernah membuat sebuah road movie-thriller berbudget minim namun genius seperti ini.
Jadi ada seorang pria paruh baya yang bernama David Mann (Dennis Weafer). Ia adalah seorang salesman barang elektronik. Suatu hari ia sedang menempuh perjalanan melewati pinggiran California untuk menemui klien bisnisnya dengan mengendarai sebuah sedan merah tua. Pada awalnya ia terlihat sangat menikmati perjalanannya. Sambil mendengarkan radio dimobilnya ia terlihat santai menyetir, sesekali tertawa karena lelucon yang ia dengar dari obrolan di radio yang setia menemani perjalanannya.
Tak lama kemudian sang trouble maker pun muncul, sebuah truk besar mulai mengganggu perjalanannya. Pada mulanya David tak sedikitpun menaruh curiga pada truk diesel tersebut, dan ia pun mulai menyalipnya. Tapi semakin lama truk tersebut mulai berulah. Truk besar tersebut mulai menghalanginya, menghadangnya, bahkan ia beberapa kali terlihat ''mengerjai'' David dan sepertinya sang pengemudi truk mulai ''stres''. Beberapa kali truk tersebut mengklakson dan pada akhirnya mau tak mau memaksa David untuk terus melaju, meningkatkan kecepatan mobilnya. Si truk pun makin membabi buta mengejar sedan kecil David , dan David makin lama makin merasa terteror oleh truk tersebut.
Dan seperti itulah yang akan terjadi sepanjang film. Duel antara dua kendaraan yang mempunyai ukuran tak sebanding. Sedan merah tua yang bisa saja terlindas truk raksasa, melawan truk diesel yang terlihat kokoh dan angkuh. Sepanjang film sungguh membuatku penasaran dengan si sopir truk misterius. Entah siapa supir truk stres yang berada dibalik kemudi tsb, tak pernah diperlihatkan wajahnya. Hanya sesekali tangannya terlihat dari luar. Rasa penasaran yang mengusik David pun makin mengganggunya ketika ia berkali-kali terlihat melakukan monolog saat berhenti disebuah cafe.
Film ini sangat asyik dinikmati. Walaupun hanya bersetting disepanjang pinggiran California yang sepi tapi film ini ga bikin jenuh dan ngantuk. Justru minimnya setting, minimnya pemain dan minimnya dialog membuat Duel makin terlihat cerdas. Hanya bermodalkan ketegangan, kemudian sedikit kepintaran Spielberg menularkan emosi David kepada penonton film inipun sukses memikat hati. Saya pun berasa seperti sedang berada satu mobil dengan David, ikut merasakan keringat dinginnya saat dikejar-kejar truk gila tsb. Sekilas film ini mengingatkanku pada filmnya Kurt Russell, Breakdown (1997). Nuansanya sedikit sama, settingnya juga dijalanan nan sepi dan tandus. Bedanya cerita Breakdown agak lebih kompleks dan meluas, tidak sesederhana film ini
Film-film seperti ini adalah film yang selalu membuatku berdecak kagum. Film dengan satu orang yang disorot sepanjang film, hanya dengan beberapa figuran, namun berhasil menyeret kita sepanjang film untuk bisa terlibat emosi. Bahkan tak hanya membuat kita tegang, film ini pun sesekali membuatku cekikian sendiri. Selain dialognya yang terlihat polos dan apa adanya khas film jaman dulu, aku pun juga menikmati sekali nuansa klasik dalam film ini.
Intinya jangan mengharap lebih dari rasa penasaran itu, nikmati aja semua, pasrahlah kemanapun David membawamu melintasi pinggiran jalanan sepi itu. Nikmati setiap pacuan adrenalin, nikmati aja setiap lonjakan emosi hingga film berakhir dan kamu akan merasakan asyiknya nonton film ini. Memang sedikit kurang terpuaskan dibagian klimaks tapi proses menuju ke klimaks dan ketegangan itu sesungguhnya yang ingin ditonjolkan dari film ini. Dan kalau saya sih cukup kagum dengan kemasan film ini, berikut pengambilan gambarnya yang selain memang vintage (karena merupakan film lawas), juga pergerakan kamera yang ga ngebosenin. Film lawas yang tidak boleh kamu lewatkan !
23 Agu 2014
NON-STOP (2014)
Di review oleh
Ratih Angga Dewi
label:
action,
drama,
keren,
thriller,
TKP sempit,
twist ending
Liam Neeson, ehemmmmm. Aktor satu ini masih saja keren yak diusianya yang tak lagi muda. Pesonanya masih saja terpancar, kharismanya juga masih melekat kuat dibalik kerut wajahnya yang samar. Ia masih nampak gagah dan ganteng dalam film-film bergenre aksi yang dimainkannya, termasuk di film yang berjudul Non-Stop. Sesuai judulnya, film ini juga tanpa henti memberikan suguhan ketegangan yang intens lewat aksi heroik dari aki Liam. Di film ini Liam Neeson bermain dengan Julianne Moore yang pernah berpasangan juga dengannya dalam Chloe. Sangat tertarik waktu tau jajaran castnya ada mereka berdua. Keduanya merupakan aktor dan aktris senior yang tak diragukan lagi kemampuan aktingnya
Dalam film ini Liam berperan menjadi Bill Marks, seorang polisi udara yang sedang menjalankan tugasnya untuk mengamankan penerbangan ke London. Sesaat setelah pesawat lepas landas, Bill tiba-tiba menerima pesan singkat yang intinya mengancam akan membunuh 1 orang yang ada dipesawat setiap 20 menit jika Bill tidak mentransfer uang sebesar 150 juta dollar. Pada akhirnya Bill bersama sang pramugari yang bernama Nancy (Michelle Dockery) dan teman sebangkunya Jen Summers (Julianne Moore) harus berjuang keras untuk menghentikan aksi si pembunuh sekaligus mengungkap dan mengidentifikasi siapakah sang pelaku misterius yang juga berada dalam satu pesawat tsb
Dari segi ceritanya Non-Stop jelas menarik bagiku, karena film thriller misteri, bersetting di pesawat memang selalu asyik untuk dinikmati. Walaupun memang bukan tema baru tapi nuansa mencekam di atas ketinggian tetap saja jadi suguhan menarik buatku. Mengingatkan dengan Flightplan, yaa film ini mempunyai ide cerita dan nuansa yang mirip dengan film yang dibintangi Jodie Foster tsb. Film yang disutradari oleh Jaume Collet-Serra (Orphan) ini sekilas juga mempunyai kemiripan dengan Red Eye yang juga menawarkan ketegangan serta intimidasi di atas ketinggian.
Seperti thriller misteri yang lain, film ini juga mengajak kita menebak-nebak dan sok-sok an menganalisa siapakah sang pelaku pembunuhan. Saya pun juga diam-diam menduga-duga karena beberapa orang yang ada didalam pesawat itu memang memiliki gesture dan sikap yang aneh dan membuat penonton kadang menaruh curiga. Beberapa orang yang justru tak terlalu ditonjolkan pun sempat jadi tersangka utama di otak ini. tapi ternyata dugaanku meleset haha.
Kesan setelah menonton Non-Stop, film ini benar-benar menghibur dengan segala suguhan misteri dan ketegangannya yang intens. Walaupun memang ada beberapa kekurangan maupun kejanggalan, tapi apalah arti semua kekurangan itu kalo keseluruhan filmnya aja udah asik. Pada akhirnya ya tetep menikmati karena akting para pemainnya pun juga sangat total, jadi semua kekurangan seolah termaafkan dan tertutupi. Yang pasti tempo film ini lumayan cepet, jadi ga berpotensi bikin bosen :))
Langganan:
Postingan (Atom)